Sunday 23 August 2015

Sulitnya membedakan 4-2-3-1 dengan 4-3-3

Formasi 4-2-3-1 adalah formasi yang sangat populer saat ini. Di EPL formasi ini digunakan mulai dari banyak klub besar seperti ChelseaLiverpool, Manchester City, Arsenal dan Manchester United. Formasi ini juga digunakan oleh timnas U23 di Sea Games 2015 yang lalu.

Popularitas formasi 4-3-3 agaknya tidak lepas dari kesuksesan Barcelona. Belakangan ini mereka identik dengan dengan formasi tiga penyerang ini. Ikon baru Barca adalah trio MSN, yaitu tiga penyerang Barca: Messi, Luis Suarez dan Neymar. Di EPL, yang menggunakan formasi 4-3-3 adalah Aston Villa dan West Ham.

Di lini belakang, formasi 4-2-3-1 dan 4-3-3 tidak ada perbedaan, sama-sama menggunakan satu kiper, dua bek tengah, dan dua bek sayap. Di lini lapangan tengah, kedua formasi sama-sama menggunakan tiga gelandang tengah. Memang pakem 4-2-3-1 adalah dua gelandang bertahan dan satu gelandang menyerang. Tapi hal ini tidak kentara jika salah satu gelandang bertahan itu adalah defensive-minded playmaker seperti Cesc Fabregas atau gelandang yang rajin menyerang dan mencetak gol seperti Yaya Toure.

Dari sisi ofensif, kedua formasi ini sama-sama menggunakan seorang penyerang tengah. Formasi 4-3-3 memakai dua penyerang sayap di kiri kanan, sementara 4-2-3-1 menggunakan gelandang sayap. Apakah perbedaan penyerang sayap dengan gelandang sayap, jika gelandang sayap ternyata juga menusuk masuk kotak penalti atau malah menciptakan gol?

Awalnya penulis bermaksud menemukan perbedaan kedua formasi ini dengan Opta Review. Opta Review mencatat "posisi rata-rata" pemain selama tampil di lapangan. Kalau 4-2-3-1 dan 4-3-3 adalah dua formasi berbeda, cukup beralasan untuk berharap "posisi rata-rata" para pemain yang memakai dua formasi ini juga berbeda.

Pengamatan dilakukan terhadap kompetisi EPL. Sampel klub yang menggunakan 4-2-3-1 adalah Liverpool dan Chelsea. West Ham dan Aston Villa menjadi sampel klub pengguna 4-3-3.

Kasus 1: Stoke City vs Liverpool pada 9 Agustus 2015. Walaupun formasi "resmi" 4-2-3-1, kenyataannya dilihat dari "posisi rata-rata", Jordan Henderson seperti menjadi gelandang bertahan sendirian di belakang Adam Lallana dan James Milner. Sementara gelandang sayap kanan Jordon Ibe cenderung lebih kedepan dari striker Christian Benteke. Formasi Liverpool di laga ini lebih cocok dsebut sebagai 4-3-3 dengan Ibe, Benteke dan Coutinho menjadi tridente.

Kasus 2: West Brom vs Chelsea pada 23 Agustus 2015. Dilihat dari posisi rata-rata, Diego Costa memang adalah striker tunggal yang berdiri paling depan. Tiga gelandang mendukung di belakangnya, yaitu Pedro, Willian dan Eden Hazard. Formasi Chelsea pada dasarnya adalah 4-2-3-1. Hanya saja posisi rata-rata Cesc Fabregas lebih didepan dari rekannya sesama gelandang bertahan, Nemanja Matic. Agaknya karena peran Cesc adalah sebagai defensive-minded playmaker membuat cenderung lebih kedepan dibanding Matic yang murni gelandang bertahan.

Kasus 3: Arsenal vs West Ham pada 9 Agustus 2015. Formasi "resmi" West Ham adalah 4-3-3. Tapi dalam pertandingan ini Dimitri Payet dan Mauro Zarate terkesan "meninggalkan" Diafra Sakho sendirian di depan. Formasi ini mungkin lebih cocok disebut 4-5-1.

Kasus 4: Aston Villa vs Manchester United pada 14 Agustus 2015. Aston Villa memang menggunakan tiga striker sejajar: Gabriel Agbonlahor, Jordan Ayew dan Scott Sinclair. Variasinya ada pada bek kiri Jordan Amavi yang sangat ofensif.

Formasi sepakbola memang bukan sesuatu yang kaku. Adalah hal yang wajar jika tim mengawali pertandingan dengan formasi 4-2-3-1 mengubah formasi jadi 4-3-3 di tengah pertandingan. Begitu juga tim mengawali pertandingan dengan formasi 4-3-3 mengubah formasi jadi 4-2-3-1 di tengah pertandingan.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bahasa yang sopan, tidak merendahkan pihak manapun dan tidak menyinggung SARA