Sunday 17 August 2014

Edisi Kemerdekaan: Saat Aremania mengulangi Sejarah Bendera Pusaka

Sosok-sosok pejuang kemerdekaan terasa melegenda bagi generasi kita, dan seolah tak terjangkau. Tapi Aremania, kelompok suporter Arema Malang, mereka sudah membuktikan kalau mereka sanggup mengikuti jejak langkah para legenda itu. Beginilah ceritanya.

Musim ini selain berlaga di kompetisi ISL, Arema juga berlaga di level Asia, yaitu ajang piala AFC. Untuk itu Arema bertandang ke Malaysia untuk menghadapi Selangor FC. Pertandingan pertama berlangsung 25 Februari 2014 yang lalu.

Sebagai pendukung setia, kelompok supporter Aremania ikut berangkat ke Malaysia. Tentu saja mereka ikut membawa segala atribut mereka sebagai supporter Arema, termasuk bendera Arema berukuran raksasa. Sayangnya saat dibaca ke bandara, bendera berukuran 45 kali 25 meter seberat 70 kilogram itu tidak boleh dibawa karena terlalu berat.

Para Aremania tidak kehabisan akal. Mereka memotong bendera kebanggaan mereka menjadi tiga bagian untuk menyiasati aturan penerbangan. Masing-masing bagian bendera itu masuk bagasi seorang amggota Aremania. Sesampainya di Malaysia, bendera dijahit lagi bersama-sama. Demikianlah hingga akhirnya bendera itu dapat digunakan lagi untuk mendukung Arema disaat pertandingan.

Kisah para Aremania ini seolah mengulangi sejarah kisah bendera pusaka. Bendera pusaka adalah bendera merah putih yang dikibarkan di Jl Pegangsaan Timur saat proklamasi kemerdekaan republik Indonesia 1945. Bendera pusaka ini dijahit sendiri oleh ibu Fatmawati.

Saat serangan agresi militer Belanda tanggal 19 Desember 1948, presiden Soekarno memanggil ajudannya, mayor M Husein Mutahar. Beliau memerintah pada Husein Mutahar untuk menjaga bendera pusaka dengan nyawanya, karena pasukan Belanda akan segera datang menduduki ibukota Yogyakarta. Bung Karno tidak ingin bendera pusaka ini jatuh ketangan Belanda.

Untuk melaksanakan tugas yang sulit ini, Husein Mutahar memutuskan untuk melepas jahitan bendera pusaka. Dengan bantuan ibu Perna Dinata, Husein Mutahar mencabut jahitan bendera pusaka tersebut. Husein Mutahar membawa kain merah dan kain putih itu dalam dua tas berbeda. Dengan demikian sekalipun ada pemeriksaan, wujud bendera pusaka tidak terdeteksi oleh Belanda.

Kemudian Belanda datang menangkap Bung Karno, Bung Hatta dan para pemimpin lainnya. Husein Mutahar ikut ditangkap dan ditahan di Semarang. Dari sana Husein Mutahar melarikan diri ke Jakarta. Demikianlah hingga Bung Karno melalui surat memerintahkannya mengirimkan bendera pusaka itu lewat perantaraan Soejono. Husein Mutahar menjahit kembali bendera pusaka sebisa mungkin pada bekas lubang jahitan aslinya, membungkusnya dengan kertas koran, sebelum menyerahkannya pada Soedjono. Demikianlah Soedjono kemudian menyerahkan bendera pusaka itu pada Bung Karno di pengasingannya di Bangka.

Demikianlah. Cara yang digunakan Aremania untuk membawa bendera mereka ke Malaysia, sesungguhnya mengulangi cara Husein Mutahar melindungi bendera pusaka dari tangan Belanda.

Sebagai catatan, Selain sebagai tentara, pejuang kemerdekaan dan ajudan Bung Karno, Husein Mutahar juga dikenal sebagai penggubah lagu. Lagu wajib Hari Merdeka yang selalu berkumandang setiap 17 Agustus itu adalah hasil gubahan beliau. Begitu juga lagu wajib lain yang berjudul Syukur.

Referensi:

1. http://www.malang-post.com/arema-persema/82669-bendera-aremania-sempat-tertahan-di-juanda.
2. http://www.pramukanet.org/index.php?option=com_content&task=view&id=517&Itemid=132#.UxMPhvl_smk.
3. Gambar bendera merah putih dari http://thumbs.dreamstime.com/x/indonesia-flag-clouds-4845952.jpg.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bahasa yang sopan, tidak merendahkan pihak manapun dan tidak menyinggung SARA