Wednesday, 30 April 2014

Saved By "Private" Ryan (Giggs)?

Sebuah film karya sutradara Steven Spielberg membawa sutradara itu meraih penghargaan academy award untuk sutradara terbaik 1999. Judul film itu adalah Saving Private Ryan, atau "menyelamatkan prajurit Ryan". Dengan latar belakang perang dunia II, film ini menceritakan misi kapten John H Miller (diperankan Tom Hanks) dan anak buahnya menemukan prajurit James Francis Ryan (Matt Damon) di kancah perang di Prancis dan membawanya pulang ke Amerika.

Hal yang sebaliknya berlaku bagi para penggemar Manchester United, yang berharap pamor tim kebanggaan mereka bisa diselamatkan oleh seorang bernama Ryan. Dialah Ryan Giggs, pemain legendaris MU yang baru saja diangkat sebagai manajer sementara menggantikan David Moyes. Karena Giggs masih belum menggantung sepatu, statusnya adalah seorang player-manager.

Pada 26 April 2014 Giggs menjalani debutnya sebagai manager MU dengan gemilang. Di stadion Old Trafford, pasukan asuhan Giggs menghantam Norwich 4-0 tanpa balas. Dua gol pertama dicetak oleh Wayne Rooney, dua gol lagi oleh Juan Mata. Rekaman highlight pertandingan ini dapat dilihat disini: http://www.youtube.com/watch?v=_I_jbMYpAa4.

Ryan Giggs barangkali adalah pemain yang paling lama merasakan asuhan Sir Alex Ferguson. Giggs menghabiskan 23 tahun bermain dibawah asuhan Fergie, dan menjadi bagian integral dari kisah sukses MU dibawah Fergie. Dengan latar belakang seperti itu, penggemar MU tentu mengharapkan Giggs akan meneruskan filosofi sepakbola Ferguson. Sebagai sosoknya yang tentunya masih disegani para pemain MU, Giggs diharapkan bisa mengembalikan mental juara kepada para pemainnya.

Tantangan Ryan Giggs berikutnya adalah dua pertandingan kandang menghadapi Sunderland dan Hull City, dan partai tandang menghadapi Southampton. Walau Giggs hanya manager sementara, tapi peluang untuk menjadi manager permanen bukan tidak ada. Jika Giggs mampu menyelesaikan ketiga partai terakhir musim ini dengan kemenangan, suara-suara supporter yang mendukung Giggs sebagai manager permanen MU akan terdengar makin nyaring.

Setebal Apa Tembok Chelsea? (Review Semifinal CL 2013/2014 partai pertama Atletico Madrid - Chelsea 0-0)

Pelatih Diego Semeone membentuk Atletico Madrid sebagai sebuah tim yang kuat dengan fisik yang prima. Dalam soal kekuatan fisik, Atletico mungkin sebanding dengan Chelsea. Tapi permainan Atletico bermain dengan intensitas lebih tinggi, lebih agresif dan lebih ofensif. Status mereka sebagai pemimpin sementara liga Spanyol didepan Barcelona dan Real Madrid sudah cukup menjelaskan kekuatan Atletico.

Strategi Jose Mourinho langsung terbaca jelas dari deretan gelandang yang dimainkan: Obi Mikel, Ramires, Frank Lampard dan David Luiz. Target Chelsea pada pertandingan ini hanyalah menahan imbang Atletico Madrid. Bukan pekerjaan yang sulit menghadapi Atletico sederet gelandang dan penyerang berkelas.

Seorang pengamat bola pernah menjelaskan rapatnya sistem pertahanan Chelsea. Barisan gelandang dan barisan defender menjaga jarak mereka dekat satu sama lain untuk menjaga jangan ada celah yang bisa dieksploitasi. Jarak antara kedua barisan gelandang dan defender juga dijaga agar tidak ada pemain lawan bisa leluasa. Dan jika pemain lawan memutuskan untuk mencoba menembak dari jauh, salah satu pemain Chelsea akan maju untuk melakukan blok.

Di babak pertama strategi Mourinho berjalan mulus. Volume serangan Atletico terbilang minim. Hanya tercatat sebuah upaya dari Raul Garcia dan satu upaya lain dari Mario Suarez belum mampu menyulitkan Chelsea. Sekalipun kiper Petr Cech cedera dan harus digantikan Mark Schwarzer, sistem pertahanan Chelsea seperti tak terpengaruh.

Di awal babak kedua Chelsea mencoba mencuri gol melalui Frank Lampard, dan sebuah upaya lain dari Diego Ribas. Diluar itu, dominasi Atletico makin menjadi-jadi. Raul Garcia menjadi sosok yang paling sering mengancam gawang Chelsea, sampai-sampai malam itu Raul Garcia terlihat lebih dominan dari mesin gol Atletico, Diego Costa. Walaupun Diego Ribas, Gabi dan Arda Turan bergantian mengancam gawang Chelsea, tapi sampai peluit akhir berbunyi tidak ada gol tercipta.

Walaupun begitu banyak serangan dari Atletico, kiper Chelsea Mark Schwarzer tidak banyak melakukan penyelamatan. Barisan pertahanan dan gelandang Chelsea membentuk tembok pertahanan yang efektif membuat para penyerang Atletico tak bisa leluasa. Jose Mourinho selama ini memang dikenal mampu membangun pertahanan yang kokok dan tak asing dengan formasi parkir bus.

Tapi sebenarnya, tembok Chelsea bukannya tak bisa ditembus. Di sekitar dua puluh menit pertandingan, serangan demi serangan Atletico sebenarnya makin lama makin berbahaya. Diego Costa bahkan hampir berhasil mencetak gol lewat sebuah sundulan. Sedikit banyak Chelsea perlu faktor keberuntungan juga untuk bisa mempertahankan gawang mereka dari berondongan serangan Atletico.

Di partai kedua, situasi mungkin akan berubah. Hasil seri tidak akan membawa Chelsea lolos ke final. Pada partai kedua ini Chelsea harus mengincar kemenangan. Barangkali Chelsea akan tetap mempertahankan tembok pertahanan mereka, tapi kali ini dilengkapi meriam untuk balas menyerang.

Rekaman highlight pertandingan ini bisa disaksikan di http://www.youtube.com/watch?v=L8VMzxWK8jA.

Atletico Madrid
Thibaut Courtois, Juanfran, Miranda, Diego Godin, Filipe Luis, Raul Garcia (David Villa), Gabi, Mario Suarez (David Sosa), Koke, Diego Ribas (Arda Turan), Diego Costa.

Chelsea

Petr Cech (Mark Schwarzer), Cesar Azpilicueta, Gary Cahill, John Terry (Andre Schurrle), Ashley Cole, Obi Mikel, David Luiz, Frank Lampard, Ramirez, Fernando Torres, Willian (Demba Ba)

Monday, 28 April 2014

Unggul Penguasaan Bola Tak Identik Dengan Kemenangan - Review Semifinal CL 2014 Real Madrid vs Bayern Muenchen 1 - 0

Dari para pemain yang diturunkan Real Madrid di awal partai penting ini, tidak tampak Gareth Bale. Demi kepentingan strategi pelatih Carlo Ancelotti lebih memilih menurunkan Isco di pertandingan ini. Barangkali Ancelotti sadar bahwa lawan mereka adalah juara bertahan plus unggulan juara, karena itu dia mempersiapkan pertahanan timnya dengan seksama. Mungkin juga karena kondisi Bale diberitakan kurang fit.

Bayern Muenchen memulai pertandingan dengan menguasai possession dan berupaya menghantam lini pertahanan Madrid. Di awal babak pertama ini sebuah upaya Arjen Robben belum berhasil membobol gawang Madrid. Tak lama kemudian sebuah sundulan Bastian Schwinsteiger juga belum menemui sasaran.

Disaat itulah Madrid justru sukses menyengat pertahanan Muenchen. Dari sayap kiri Cristiano Ronaldo memberi umpan ke arah kotak penalti pada Fabio Coentrao, yang lalu meneruskannya pada Karim Benzema. Penyerang Perancis ini tanpa ampun menjebloskan bola ke gawang Manuel Neuer.

Kebobolan satu gol membuat Muenchen terlihat goyah dibabak pertama ini. Sementara Real Madrid mendemonstrasikan kehandalan mereka melakukan counter attack dengan cepat. Muenchen masih punya peluang di babak pertama lewat Dante dan lalu Philip Lahm, tapi serangan-serangan Madrid terasa lebih meyakinkan. CR7 dan Angel di Maria bergantian mengancam gawang Muenchen lewat sejumlah peluang.

Di babak kedua Bayern memperbaiki penampilannya. Peluang demi peluang berdatangan lewat Frank Ribery, Arjen Robben, dan Thomas Muller. Sementara serangan Madrid terkesan hanya mengandalkan CR7, dan kemudian Gareth Bale yang masuk menggantikannya. Peluang terbaik Muenchen datang saat Mario Goetze mendapat kesempatan menembak dari dalam kotak penalti, namun masih dapat digagalkan Iker Casillas.

Walaupun menang, posisi Real Madrid jauh dari aman. Dalam pertandingan ini lini pertahanan Madrid harus jatuh bangun menghadapi serangan demi serangan Muenchen. Hal ini akan lebih sulit dilakukan di pertandingan kedua karena kali ini Muenchen yang bertindak sebagai tuan rumah

Sedangkan pelajaran bagi Muenchen barangkali adalah, terkadang dominasi possession tidak cukup untuk meraih kemenangan.

Rekaman highlight pertandingan ini bisa disaksikan di http://www.youtube.com/watch?v=xSCDDk8qCHo

Real Madrid
Iker Casillas, Dani Carvajal, Sergio Ramos, Pepe (Raphael Varane), Fabio Coentrao, Xabi Alonso, Luca Modric, Angel di Mario, Isco (Asier Ilarramendi), Cristiano Ronaldo (Gareth Bale), Karim Benzema

Bayern Muenchen

Manuel Neuer, Rafinha (Javi Martinez), Dante, Derek Boateng, David Alaba, Philip Lahm, Toni Kroos, Bastian Schweinsteiger (Thomas Mueller), Frank Ribery (Mario Goetze), Mario Mandzukic, Arjen Robben.

Thursday, 24 April 2014

David Moyes Bukanlah Satu-Satunya

Manchester United telah memutuskan untuk memutus kontrak David Moyes pada 22 April 2014. Manajer yang dianggap sukses bersama Everton itu gagal memberikan prestasi yang sesuai dengan standar dan kualitas MU. Bukan hanya melewatkan musim ini tanpa gelar, MU juga dipastikan tidak lolos ke Champions league musim depan.

Datang membawa para staf kepelatihannya di Everton plus Philip Neville yang mantan pemain MU, Moyes gagal mengimplementasikan resep sukses Everton ke Manchester United. Saya percaya Moyes dan timnya sudah berusaha keras, tapi hasil yang didapat tetap mengecewakan. He simply didn't deliver. Tim sekelas MU punya target prestasi dan pencapaian Moyes sangat jauh dibawah harapan.

Sebelumnya mungkin banyak yang berpikir dengan materi pemain yang dimiliki MU, manajer manapun pasti mampu meraih sukses. Ternyata kenyataannya tak seindah itu. Kemampuan yang sangat mumpuni ternyata dibutuhkan untuk manajer sukses di tim penuh bintang.

David Moyes bukan satu-satunya manajer yang sukses di klub lamanya, namun gagal saat pindah menangani klub yang lebih besar. Sejumlah nama berikut pernah mengalami hal yang sama:

1. Andre Villas Boas (AVB) sukses memenangkan treble tahun 2011 bersama FC Porto, yaitu UEFA Europa League, Primeira Liga dan Taca de Portugal. Saat kemudian dipercaya membawa Chelsea, AVB membawa timnya terpuruk keluar empat besar, terlibat konflik dengan sejumlah pemain senior, dan didepak sebelum satu musim berlalu. Mulai 2012 AVB dipercaya menangani klub besar lain Tottenham Hotspurs. Disini AVB hanya bertahan satu setengah tahun sebelum didepak pada akhir 2013.

2. Luis Enrique sempat dianggap sebagai manager penuh bakat saat berhasil membawa Barcelona B promosi ke segunda divison, kasta kedua liga sepakbola Spanyol. Luis Enrique sempat dibanding-bandingkan dengan Pep Guardiola, manager tim senior Barcelona saat itu. Sayangnya saat dipercaya menangani AS Roma, Luis Enrique bahkan tak mampu membawa Roma masuk zona Europa.

3. Luigi Delneri membawa Chievo promosi ke seri A dan lolos ke piala UEFA. Delneri sempat dipercaya menangani klub besar AS Roma tahun 2004, tapi dilepas sebelum musim berakhir. Delneri mendapat kesempatan lagi bersama Juventus tahun 2010, tapi hanya bertahan satu musim.

4. Andrea Stramaccioni mencuat setelah membawa tim muda Internazionale memenangkan NextGen series 2011-2012. NextGen series adalah kejuaraan U19 yang diikuti sejumlah klub terkemuka Eropa. Musim berikutnya Strama dipercaya menangani tim senior Internazionale. Strama dilepas karena di akhir musim Inter berada di posisi kesembilan.

5. Sam Allardyce sukses bersama Bolton Wanderers yang ditanganinya dalam rentang delapan tahun 1999-2007. Prestasi Bolton ditangan Allardyce kurang lebih setara dengan prestasi Everton ditangan Moyes. Allardyce lalu dipercaya menjadi manager Newcastle United, namun hanya bertahan enam bulan dan dilepas setelah serangkaian hasil buruk.

Monday, 21 April 2014

Bintang Belia: Simone Scuffet, Kiper Masa depan Timnas Italia

Gianluigi Buffon sudah 17 tahun menguasai posisi kiper utama timnas Italia. Walaupun usia kiper andalan Juventus ini sudah 36 tahun, Buffon masih dianggap sebagai salah satu kiper terbaik dunia. Ketangguhan Buffon sebagai portiere adalah salah satu alasan dominannya Juventus di seri A dalam beberapa tahun terakhir ini.

Christian Abbiati tidak beruntung berada di generasi yang sama dengan Buffon menyulitkannya menjadi pilihan utama timnas Italia. Federico Marchetti dan Michael Agazzi juga mungkin hanya bisa berharap menjadi kiper pelapis Gli Azzuri. Seperti kiper legendaris Dino Zoff, Buffon mungkin masih akan ada di performa puncak saat nanti usianya mencapai 40. Hanya kiper muda berbakat yang bisa bermimpi menjadi kiper utama Gli Azzuri menggantikan Buffon.

Dan seorang kiper belia bertalenta telah muncul. Namanya Simone Scuffet dari klub seri A, Udinese. Walaupun usianya baru 17 tahun, Scuffet telah menjadi pilihan pertama di Udinese. Tak heran jika Scuffet jadi dibanding-bandingkan dengan Buffon, karena Buffon melakukan debut seri A bersama Parma juga di usia 17 tahun.

Kiper produk asli tim akademi Udinese ini awal tahun ini memperkuat Italia dalam piala dunia U17. Walaupun Italia tidak tampil gemilang dalam ajang tersebut, Scuffet sempat mencuri perhatian. Dalam pertandingan menghadapi Selandia Baru, Scuffet sukses menggagalkan penalti Monty Patterson.

Kembali ke Udinese, kesempatan datang untuk Scuffet pada 1 Februari 2014. Cederanya kiper utama Zeljko Brkic memberi kesempatan bagi Scuffet untuk tampil menjadi kiper utama dalam partai melawan Bologna di kandang lawan. Scuffet mempertahankan gawangnya dari kebobolan dan Udinese menang 2-0. Sejak saat itu Scuffet mejadi kiper pilihan utama Udinese.

Simone Scuffet telah tampil bersama Udinese dalam 13 partai seri A dan 2 partai Copa Italia. Situs espnfc.com mencatat bahwa kiper setinggi 191 cm ini telah melakukan 37 penyelamatan dan mendapatkan 6 clean sheet di seri A. Dengan Scuffet sebagai kiper, Udinese mencatatkan 5 kemenangan, 4 hasil seri dan 4 kali kalah.

Scuffet tak gentar saat harus menghadapi klub besar. Scuffet mencatatkan clean sheet saat Udinese mengalahkan AC Milan 1-0 di kandang sendiri pada 8 Maret 2014. Penampilannya saat menghadapi Internazionale di Guiseppe Meazza menuai pujian dari sejumlah kalangan. Dalam pertandingan yang berlangsung pada 27 Maret 2014 itu, Scuffet kembali mencatatkan clean sheet dan Udinese menahan Inter 0-0.

Demi kesuksesan karirnya, Scuffet sebaiknya tidak terburu-buru menerima pinangan klub besar. Saat ini yang dibutuhkannya adalah lebih banyak pengalaman bertanding untuk semakin mengasah kemampuannya. Bertahan menjadi kiper utama Udinese mungkin adalah pilihan yang paling bijaksana untuk beberapa tahun kedepan.

Rekaman sejumlah aksi-aksi Simone Scuffet selama ini bisa disaksikan di http://www.youtube.com/watch?v=fEnJ9pABv7M. Rekaman highlight penampilan Udinese melawan Inter http://www.youtube.com/watch?v=04bzJAs3DEM




Referensi:

http://en.wikipedia.org/wiki/Gianluigi_Buffon
http://en.wikipedia.org/wiki/Italian_national_football_team
http://espnfc.com/player/_/id/181784/simone-scuffet?cc=4716
http://m.fifa.com/u17worldcup/news/newsid=2205183/index.html
http://www.goal.com/en/news/1717/editorial/2014/04/06/4730259/the-new-buffon-introducing-italys-17-year-old-goalkeeping?ICID=PP_89437

Sunday, 20 April 2014

Selamat Mengikuti UN Susulan, Paulo Sitanggang

Timnas U19 hari ini 20 April 2014 dijadwalkan pulang ke tanah air. Tim kebanggaan kita itu menorehkan hasil gemilang dalam tur timur tengah dengan tiga kemenangan, satu kekalahan dan satu hasil seri. Ternyata kualitas sepakbola Indonesia sebenarnya bisa bersaing dengan negara-negara timur tengah.

Salah satu pemain kebanggaan kita, Paulo Sitanggang, tidak bisa berleha-leha sesampainya di tanah air. Tantangan lain sudah menunggu. Dengan mengikuti timnas U19 ke timur tengah, siswa SMA Pahlawan Jember ini tidak bisa mengikuti ujian nasional (UN) yang berlangsung pekan lalu. Untunglah Paulo tetap dijadwalkan bisa ikut ujian susulan pada tanggal 22-24 April 2014.

Saya percaya bahwa UN bukan momok yang perlu ditakuti, dan saya percaya pada kemampuan Paulo. Penampilannya saat menghadapi UEA mengingatkan pada Xavi Hernandes. Gelandang tipe seperti ini harus punya kecerdasan untuk bisa mengendalikan ritme permainan. Demikianlah yang terlihat saat Paolo berkali kali melakukan intercept, atau mengirimkan umpan terobosan ke jantung pertahanan lawan.

Selamat ujian untuk Paulo Sitanggang. All the best.

Referensi: http://bola.kompas.com/read/2014/04/14/1422594/Bintang.U19.Paulo.Sitanggang.Mangkir.dari.UN

Saturday, 19 April 2014

Panggung pasukan pelapis timnas U19, Al Shahab 2 Indonesia 2

Al Shahab U19 menjadi lawan pada terakhir timnas U19 pada tur Timur Tengah bulan April ini. Dalam satu-satu pertandingan yang tidak menghadapi semua timnas ini, Indra Sjafri memilih menurunkan pemain-pemain yang tidak biasa. Tidak satupun diturunkan pemain inti yang relatif sudah established. Para pemain pelapis kali mendapat kesempatan untuk unjuk gigi. Bahkan sejumlah pemain lapis ketiga juga mendapatkan menit bermain.

Kiper Diky Indriyana misalnya, adalah pilihan ketiga setelah Ravi Murdianto dan Awan Seto. Seandainya Rully Desrian tidak dicoret karena alasan indisipliner, Diky Indriyana adalah pilihan keempat. Diky adalah pemain baru, yang bergabung dengan timnas U19 pada Desember 2013. Melihat penampilan Ravi dan Awan Seto yang cukup meyakinkan selama ini, peluang Diky untuk bersaing memperebutkan posisi kiper utama agak berat.

Kapten tim Ryuji Utomo sedang berjuang untuk merebut posisi Sahrul Kurniawan di sentral pertahanan. Kali ini Ryuji berduet dengan sesama pemain pelapis, Febly Gushendra untuk menjaga jantung pertahanan Indonesia. Menurut penilaian saya, peluang Febry merebut posisi di tim inti tak sebenar Ryuji.

Dua bek sayap, Eriyanto dan Mahdi Fahri Albaar, keduanya juga pemain pelapis. Mereka cenderung bermain lebih menyerang dibandingkan pilihan utama, Putu Gede Juni Antara dan Fatchu Rohman. Lebih ofensif tidak lalu berarti lebih baik. Eriyanto dan Mahdi relatif kesulitan mengkonversi tusukan-tusukan mereka menjadi peluang mencetak gol.

Yang paling menarik adalah ketiga gelandang: Paolo Sitanggang, Zulfiandi dan Hendra Sandi. Mereka bertiga sebenarnya bersaing untuk merebut satu posisi di tim inti, mendampingi Evan Dimas Darmono dan Hargianto. Penampilan gemilang Paolo saat melawan UEA sepertinya membuatnya lebih diunggulkan merebut posisi inti tersebut.

Dua penyerang sayap juga pemain pelapis, yaitu Dinan Javier dan Miftahul Hamdy. Mereka mendampingi Dimas Drajad yang menjadi penyerang tengah. Dimas Drajad sebelumnya sukses menjadi supersub, mencetak tiga gol dari tiga penampilan terakhir timnas U19.

Walaupun menurunkan banyak pemain pelapis, timnas tetap mampu mendominasi permainan di babak pertama. Dimas Drajad membuka kemenangan setelah menerima umpan terobosan dari sisi kanan. Dengan begitu Dimas Drajad sudah mencetak empat gol dalam empat pertandingan, memberikan tekanan kepada penyerang tengah pilihan utama, Mukhlis Hadi Ning Syaifullah. Skor 1-0 untuk Indonesia.

Gol balasan Al Shahab berasal dari umpan lambung Rashed Mohamed ke langsung kotak penalti. Kiper Diky Indriyana terlihat sudah menangkap bola dengan kedua tangannya, tapi Jasem Hassan tetap menyundul bola tersebut dari tangan Diky. Wasit tidak menganggapnya sebagai pelanggaran. Bola liar lalu disambar Mohamed Obaid ke gawang Indonesia. Skor sekarang 1-1.

Gol balasan Al Shahab U19 tidak membuat timnas goyah. Ketiga gelandang Hendra Sandi, Paolo Sitanggang dan Zulfiandi tetap solid dan mendominasi lapangan tengah. Zulfiandi membuat Indonesia kembali unggul dengan sebuah tembakan dari luar kotak penalti. Babak pertama berakhir dengan keunggulan Indonesia 2-1.

Di babak kedua permainan keras Al Shahab mulai memakan korban. Bek kiri Mahdi Fahri dan pemain pengganti Septian David Maulana harus digotong keluar lapangan karena cedera dilanggar pemain Al Shahab. Ritme permainan Indonesia kacau di babak kedua ini dan lini tengah tak lagi mendominasi. Al Shahab mencetak gol balasan lewat tembakan jarak jauh Mohamed Obaid.

Di babak kedua ini Indonesia menurunkan lebih banyak lagi pemain pelapis. Al Komar, Yabes Roni, Reza Pahlevi dan Septian David Maulana mendapat kesempatan turun sebagai pemain pengganti. Sayangnya permainan mereka tidak mampu membuat timnas U19 mengembalikan dominasinya di pertandingan ini.

Yabes Roni paling mencuri perhatian di babak kedua ini. Dia bermain dengan intensitas tinggi, agresif menyerang, punya idea dan kreativitas, dan juga skill dan keberanian. Tapi kebanyakan usahanya terkesan individual dan agak tidak sinkron dengan teman-temannya. Yabes harus lebih berusaha meningkatkan saling pengertian dengan rekan-rekannya untuk meningkatkan peluangnya menembus tim inti.

Rekaman highlight pertandingan ini dapat disaksikan di http://www.youtube.com/watch?v=h9mBBgZm63w

Susunan pemain Indonesia U19:

Diky Indriyana, Eriyanto, Ryuji Utomo, Febly Gushendra, Mahdi Fahri Albaar/Al Komar, Hendra Sandi, Paolo Sitanggang, Zulfiandi/Yabes Roni Malaifani, Dinan Javier/Reza Pahlevi, Dimas Drajad, 
Miftahul Hamdy/Septian David Maulana.