Friday, 11 July 2014

Jerman dan Tradisi Menantang Bintang Di Final Piala Dunia

Biarpun Jerman identik dengan slogan uber alles atau "diatas semuanya", Jerman sepertinya tidak pernah betul-betul menjadi nomor satu di mata pecinta bola dunia. Yang dianggap pesepakbola terbaik dunia adalah Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi, bahkan disaat Bayern Muenchen memenangkan liga Champions 2012/2013. Untuk Bayern Muenchen sendiri, yang dipandang sebagai nomor satu adalah pemain non Jerman: Franck Ribery dan Arjen Robben. Prestasi dan konsistensi Thomas Mueller, Bastian Schweinsteiger dan Philip Lahm seolah tak cukup untuk mendapatkan predikat nomor satu.

Begitu pula dengan piala dunia. Setiap kali Jerman tampil final, tim lawannya sering memiliki pemain yang dianggap terbaik. Dimulai dari final 1954, saat Jerman Barat harus menghadapi Hungaria. Tim lawan dikenal sebagai Magical Magyars, tim yang mempesona dengan permainan indah yang menginspirasi total football dan tiki taka. Namun Fritz Walter dkk tidak gentar menghadapi bintang seperti Ferenc Puskas, Sandor Kocsis, Zoltan Czibor dan Nandor Hidegkuti. Dalam partai yang dikenal sebagai Miracle of Berne. Ketinggalan lebih dulu 0-2 oleh gol Puskas dan Czibor, Jerman Barat menunjukkan staying power yang nantinya menjadi trademark mereka. Gol Max Morlock dan sepasang lagi dari Helmut Rahn membawa Jerman Barat menang 3-2. Pasukan Fritz Walter membawa pulang kebanggaan dan kepercayaan untuk rakyat dari negara yang kalah perang.

Situasi serupa terulang pada piala dunia 1974. Belanda sudah sukses mengimplementasikan total football merebut hati para penggemar sepakbola. Bintang Belanda Johann Cruyff menjadi bintang pada piala dunia 1974 ini. Belanda unggul lebih dulu dengan gol penalti Johan Neeskens, tapi adalah Franz Beckenbauer dkk yang memenangkan pertandingan in. Gol penalti Paul Breitner disusul oleh gol Gerd Mueller membawa Jerman Barat unggul 2-1. Sekali lagi Jerman menjadi juara dunia dengan menaklukkan tim yang memainkan sepakbola indah.

Dekade delapan puluhan adalah dekade keemasan Diego Maradona, dan Jerman Barat adalah penghambat utama El Diego di piala dunia. Mereka bertemu dua kali di final. Di final piala dunia 1986, menyusul gol sundulan Jose Luis Brown. Maradona membuat assist untuk Jorge Valdano. Ketinggalan 2-0 tak membuat ternyata masih sanggup dibalas Karl Heinz Rummenigge dan Rudi Voeller untuk menyamakan kedudukan 2-2. Disinilah Maradona kembali membuat assist, kali ini untuk Jorge Burruchaga. Skor 3-2 bertahan hingga akhir laga dan Argentina menjadi juara piala dunia 1986.

Argentina dan Jerman Barat kembali bertemu empat tahun kemudian di final piala dunia 1990. Juara bertahan Argentina mengawali turnamen dengan kekalahan 0-1 dari Kamerun. Dua kemenangan adu penalti akhirnya membawa Argentina sampai ke final dengan terseok-seok. Di final, gol tunggal Andreas Brehme lewat titik putih cukup bagi Jerman Barat membalas kekalahan mereka di final empat tahun sebelumnya dan menjadi juara dunia untuk ketiga kalinya.

Ada dua final dimana Jerman Barat tidak tampil menghadapi bintang pada saat itu. Dua partai itu adalah final piala dunia 1966 melawan Inggris dan final piala dunia 1982 melawan Italia. Pada kedua partai itu Jerman Barat kalah dan gagal menjadi juara dunia.

Tahun 2002 adalah pertama kalinya Jerman maju ke final piala dunia sebagai pasca unifikasi. Lawan mereka adalah penyerang Ronaldo Luiz Nazario Da Lima dari Brazil, yang didukung sejumlah bintang seperti Rivaldo, Ronaldinho, Roberto Carlos dan Cafu. Der Panzer harus tampil tanpa pemimpin mereka Michael Ballack yang mendapat terkena akumulasi kartu kuning. Dua gol Ronaldo tanpa balas menyudahi perlawanan Jerman.

Pada final piala dunia kali ini kembali Jerman akan menghadapi bintang. Lionel Messi yang dianggap sejumlah kalangan sebagai pemain terbaik dunia akan memimpin Argentina menantang der Panzer. Mampukah Mats Hummels dan Per Mertesacker menahan Messi? Akankah Thomas Mueller akan kembali membawa Jerman meraih kemenangan? Kedua tim akan sangat termotivasi karena hampir semua pemain kedua tim belum pernah bermain di final piala dunia, kecuali Miroslav Klose yang pernah merasakan final piala dunia 2002. Semua pemain kedua tim termasuk Klose belum pernah merasakan menjadi juara dunia, karena itu mereka akan memperjuangkannya sekuat tenaga.

Referensi:

1. Foto Miroslav Klose dari http://thumbs.dreamstime.com/x/hungary-vs-germany-friendly-football-game-14508029.jpg.

Wednesday, 9 July 2014

Menjelang Semifinal PD Argentina vs Belanda: Bagaimana Absennya Di Maria Mempengaruhi Argentina.

Lionel Messi punya "hafalan" yang membawa kemenangan Argentina pada dua partai terakhir. Saat mempertahankan bola di dari sergapan lawan, Messi melirik sisi kanan dan mengirim bola pada Di Maria. Dalam partai 16 besar melawan Swiss, Di Maria berlari membawa bola dan menaklukkan Diego Benaglio. Dalam partai perempat final melawan Belgia, umpan Di Maria membentur pemain Belgia dan malah berbelok ke lintasan ideal Gonzalo Higuain, yang lalu menunjukkan kemampuannya sebagai predator untuk menggetarkan jala Thibaut Courtois.
,
Argentina memang punya banyak finisher: Kun Aguero, Ezequiel Lavezzi, Gonzalo Higuain dan Messi sendiri. Tapi Argentina bila dibilang tidak punya banyak ball passer kelas satu. Messi sampai harus sering turun ke bawah untuk membantu Argentina menyusun serangan, bekerjasama dengan gelandang serang terbaik Argentina, Angel Di Maria.

Sayangnya Angel Di Maria mengalami cedera paha dan sepertinya tidak akan turun menghadapi Belanda. Messi kehilangan partner untuk mengalirkan bola untuk serangan Argentina. Enzo Perez yang diturunkan menggantikan di Maria saat melawan Belgia tidak mengesankan. Pilihan lain yaitu Maxi Rodriguez dan Ricardo Alvarez juga belum terbukti.

Belanda, sebaliknya, tidak punya masalah sistemik. Para pemain andalan seperti Wesley Sneijder, Arjen Robben dan Robin Van Persie semuanya siap tempur. Nigel de Jong juga siaga melindungi lini pertahanan Belanda yang masih minim pengalaman.

Apalagi ini adalah kesempatan terbaik untuk menjadi juara dunia bagi Wesley Sneijder, Arjen Robben, Robin Van Persie, Nigel De Jong, dan Klaas-Jan Hunterlar. Mereka semua berada di usia 29 atau tiga puluh tahun. Dirk Kuyt malah sudah 33 tahun. Piala dunia berikutnya empat tahun lagi mungkin mereka sudah susah mempertahankan performa terbaik. Walaupun sayangnya, generasi penerus Belanda yang sekaliber mereka belum terlihat.

Juara dunia adalah impian publik sepakbola Belanda. Mampukan Sneijder dkk mewujudkan mimpi yang tak mampu dicapai legenda seperti Johan Cruff dan Marco Van Basten.

Tuesday, 8 July 2014

Menjelang Semifinal PD 2014: Membandingkan "Angkatan Udara" Brazil Dengan Jerman

Masih berpikir kalau postur dan kekuatan fisik itu tidak penting? Perhatikan satu-satunya gol pada partai Jerman vs Perancis di perempat final PD 2014, bagaimana Mats Hummel (192 cm, 90 kg) menerjang melompat menyambut umpan lambung Tony Kroos, lalu menyundulnya ke gawang Hugo Lloris. Saking dahsyatnya terjangan Hummel, lawan duelnya Raphael Varane (191 cm, 76 kg) sampai terjatuh ke tanah.

Anda mungkin tidak heran mendengar kalau Jerman kuat dalam bola-bola atas. Tapi lawannya di semifinal, Brazil, juga tangguh di udara. Statistik menunjukkan bahwa dalam lima partai PD 2014 yang sudah perjalanan, tingkat keunggulan Brazil dalam duel udara adalah 63%, sementara Jerman 56%.

Andalan Brazil di udara adalah gelandang bertahan Luis Gustavo, sepasang centre back Thiago Silva dan David Luiz, serta dua penyerang Hulk dan Fred. Di pihak Jerman ada gelandang Thomas Muller dan para defender Benedikt Howedes, Per Mertesacker, dan dan tentu saja Mats Hummel. Bola-bola atas setidaknya bisa menjadi rencana cadangan jika gol tak terjadi lewat passing game.

Tapi Brazil punya dua masalah. Thiago Silva tidak dapat tampil kali ini karena akumulasi kartu kuning. Pemain andalan mereka yaitu Neymar yang biasa menjadi pengambil sepak pojok juga tidak tampil karena cedera.

Untungnya, Dante yang menggantikan Thiago Silva juga merupakan pemain yang tangguh di udara. Asalkan bisa segera menjalin kerjasama dan komunikasi yang baik dengan rekan-rekannya, Dante akan menjadi palang pintu yang kokoh, dan ancaman didepan gawang Jerman disaat sepak pojok. Apalagi dengan pengalaman lima tahun di Bundesliga, Dante tentunya mengenal para pemain Jerman yang semuanya pernah bermain di Bundesliga.

Masalah Brazil lebih pada skema permainan yang digunakan pasca cederanya Neymar. Brazil punya cukup pemain berbakat untuk menutup ketidakhadiran Neymar. Tentunya mereka sudah berlatih keras dengan skema permainan baru tersebut dalam beberapa hari terakhir ini.

Kendalanya, skema tanpa Neymar tersebut belum pernah teruji dalam pertandingan sebenarnya. Sementara lawan berikutnya adalah Der Panzer yang tidak punya masalah cedera yang signifikan.

Referensi.

1. http://www.whoscored.com/Teams/409/Show/Brazil-Brazil.
2. http://www.whoscored.com/Teams/409/Statistics/Brazil-Brazil.
3. http://www.whoscored.com/Matches/838669/Live.
4. http://www.whoscored.com/Players/93206.
5. http://www.whoscored.com/Teams/336/Show/Germany-Germany.
6. http://www.whoscored.com/Teams/336/Statistics/Germany-Germany.
7. Foto David Luiz dari http://thumbs.dreamstime.com/x/david-luiz-portrait-27347661.jpg.

Monday, 7 July 2014

Piala Dunia Harian Olahraga: Bola vs TopSkor

Harian Olahraga adalah fenomena yang terlihat tahun-tahun belakangan ini. Sesuai namanya, harian olahraga adalah surat kabar yang terbit setiap hari dan hanya membahas olahraga. Dua harian olahraga terkemuka saat ini adalah Top Skor dan Bola.

Top Skor mengklaim sebagai harian olahraga pertama di Indonesia. Survey dari Nielsen Media Research tahun 2011 menunjukkan kalau Top Skor adalah harian olahraga terdepan dalam soal penjualan. Sebagai harian, oplah Top Skor hanya kalah dari Jawa Pos dan Kompas.

Sukses Top Skor merajai pasar harian olahraga rupanya mengusik "seniornya", tabloid Bola. Tabloid yang sudah hadir sejak 1984 ini sebelumnya adalah pemimpin pasar. Hanya saja karena Top Skor muncul setiap hari sedangkan Bola hanya terbit dua kali seminggu, Bola terlihat seperti kalah langkah dalam berinteraksi dengan pasar.

Pada Januari 2013, Bola memutuskan untuk ikut bersaing di jalur harian olahraga. Harian Bola terbit dengan harga promo 2500 rupiah, sementara harga Top Skor adalah 3500 rupiah. Setelah masa promo selesai, harian Bola menaikkan harganya menjadi 3000 rupiah. Saya sering melihat harian Bola dan Top Skor terlihat di lapak penjual koran dengan kuantitas hampir sama.

Dalam suasana demam piala dunia 2014, harian Bola membuat manuver penjualan. Harga harian Bola selama piala dunia turun menjadi 1500 rupiah. Lebih murah dari ongkos angkot dan tiket KRL commuter. Dengan Top Skor tetap seharga 3500, Bola yang jauh lebih murah menjadi opsi yang lebih menarik. Pembaca dapat menikmati harian olahraga dengan kualitas setara tapi harga sangat miring.

Manuver ini tentunya dilakukan Bola untuk memfasilitasi minat besar masyarakat akan berita sepakbola di masa piala dunia. Margin kecil tak masalah selama angka penjualan tinggi. Penulis sendiri sulit untuk tak tergoda dengan penawaran ini. Setelah mengeluarkan selembar lima ribuan untuk membeli tiket busway, kembaliannya yang 1500 rupiah bisa digunakan untuk membeli harian Bola.

Lalu apakah manuver ini efektif?

Saya tidak punya data empirisnya. Ini sekedar pengamatan saya yang subjektif saat memandangi lapak penjual koran. Saat penyenggaraan piala dunia ini, saya melihat harian Bola cepat habis sedangkan Top Skor masih banyak tersisa. Harian Bola adalah pemenang "piala dunia harian sepakbola".

Referensi :

1. http://www.jpnn.com/read/2011/08/23/101459/Habis-Ini,-Apa-Lagi-Yang-Baru- .
2. http://swa.co.id/listed-articles/topskor-yang-makin-ngetop.

Sunday, 6 July 2014

Brazil ke Semifinal PD 2014: Semangat '62 dan Chelsea Connection untuk Menggantikan Neymar

Cederanya Neymar adalah berita buruk bagi sepakbola dan fair play yang dijunjung bersama. Adalah aksi brutal lutut pemain Kolombia Juan Zuniga yang membuat Neymar mengalami retak di bagian tulang belakang. Dengan cedera separah itu, Neymar  terpaksa harus melupakan mimpinya tampil di tahapan selanjutnya piala dunia 2014. Neymar harus fokus untuk memulihkan cederanya dan menyerahkan perjuangan Brazil di piala dunia pada rekan-rekannya di Selecao.

Di usia yang baru 22 tahun, Neymar tidak telihat gamang menjadi tumpuan harapan publik Brazil. Neymar terlihat tetap tenang dan serius di lapangan dan memberikan kontribusi besar untk keberhasilan Brazil sampai ke babak semifinal. Dapat dibandingkan dengan Ronaldo Luiz Nazario Da Lima yang menjadi tumpuan publik Brazil pada piala dunia 1998, saat umurnya menjelang 22 tahun. Bedanya, saat itu Ronaldo didukung oleh pemain sekelas Ronaldinho, Rivaldo, Cafu dan Roberto Carlos. Peran Neymar di untuk Brazil 2014 itu tak ubahnya Maradona untuk Argentina di piala dunia 1986. Mereka sama-sama pemain sentral untuk tim masing-masing.

Kehilangan pemain kunci yang menjadi sentral permainan jelas merupakan pukulan berat bagi Brazil. Apalagi lawan berikutnya adalah tim kuat seperti Jerman. Tapi hasrat juara publik Brazil belum padam, dan tugas berat harus dijalani pelatih Luis Felipe Scolari untuk menyusun skema Brazil tanpa Neymar.

Mari kita telaah opsi-opsi yang dimiliki Scolari, dengan tetap mempertahankan formasi 4-2-3-1. Dibawah mistar, posisi Julio Cesar harusnya tak tergeser. Apalagi dengan absennya kapten Thiago Silva yang terkena akumulasi kartu kuning, Julio Cesar menjadi kandidat kapten di pertandingan berikutnya. Posisi Thiago Silva di sentral pertahanan digantikan Dante. Sebagai pemain Bayern Muenchen, Dante tentu mengenal permainan para pemain Jerman yang menjadi lawannya. satu posisi lagi di sentral pertahanan ditempati David Luiz.

Marcelo juga tetap dipercaya sebagai bek kiri. Yang menarik adalah persaingan di posisi bek kanan antara dua bek veteran, Sergio Maicon dan Dani Alves. Situs goal.com menilai penampilan Maicon sebagai bek kanan saat melawan Kolombia memungkinkan Oscar untuk beralih lebih ke tengah. Saya rasa Maicon akan kembali menjadi pilihan utama menghadapi Jerman.

Sebagai pengganti Neymar, tak ada sosok yang lebih tepat dari Oscar, yang sebelumnya bermain sebagai gelandang kanan. Keduanya sama-sama mampu bermain sebagai gelandang serang di tengah lapangan ataupun di sisi sayap. Mereka juga sama-sama punya kemampuan finishing mumpuni. Rekor gol Oscar tak sebagus Neymar, tapi soal kontribusi defensif, Oscar lebih baik. Situs u menilai Neymar sebagai pemain Brazil dengan penampilan terbaik di PD 2014 ini, dan Oscar di peringkat dua.

Dan untuk menemani Oscar memimpin serangan Brazil, pilihan terbaik adalah membawa serta teman-temannya di Chelsea. David Luis, Ramires, Willian bermain bersama Oscar di Chelsea musim ini. Jika mereka diturunkan bersama, diharapkan kebersamaan dan kekompakan di klub bisa ditampilkan juga untuk tim nasional.

Di timnas Brazil, David Luis posisi menempati bek tengah. Di Chelsea, Mourinho sering menempatkannya sebagai gelandang bertahan. Kemampuannya untuk memulai serangan dari lini belakang merupakan suatu kelebihannya. Keahliannya mengambil tendangan bebas juga makin dibutuhkan Brazil pasca cederanya Neymar.

Ramires yang serba bisa mampu menempati posisi gelandang bertahan maupun gelandang box-to-box. Menghadapi Jerman yang kuat secara fisik, sebaiknya Brazil tetap memainkan Paulinho dan Luis Gustavo sebagai defensive midfielders. Terutama Luis Gustavo yang kenyang pengalaman di Bundesliga, tentunya sudah mengenal para gelandang Jerman. Opini saya, Ramires sebaiknya menjadi gelandang kanan. Kehadiran Maicon sebagai bek sayap akan membuatnya bisa beralih lebih ke tengah.

Untuk geladang kiri, sebaiknya diserahkan pada gelandang atau penyerang sayap asli. Pilihan terbaik adalah Willian, yang sudah mencetak satu gol di piala dunia 2014 ini. Setidaknya Willian tampak lebih menjanjikan daripada Bernard.

Posisi terakhir adalah penyerang tengah. Daya gedor Hulk terlihat lebih trengginas daripada Fred. Walaupun tadinya Hulk diplot Scolari di posisi penyerang sayap, saya rasa Hulk tidak akan kesulitan beradaptasi dengan posisi lone striker, karena posisi aslinya memang sebagai penyerang.

Apakah skema ini berhasil atau tidak, tergantung dari implementasinya di lapangan. Tentunya apabila Scolari mengimplementasikannya. Walaupun Jerman adalah tim kuat, Brazil masih punya cukup kekuatan untuk membuat perhitungan.

Mungkin Brazil perlu menggelorakan kembali semangat 1962. Disaat itu Pele yang belum genap berusia 21 tahun juga terkena cedera yang membuatnya tidak bisa tampil sampai akhir PD 1962, tapi ternyata biarpun tampil tanpa Pele, Brazil tetap menjadi juara juara.

Refernsi
1. http://www.goal.com/en/match/brazil-vs-colombia/1220130/ratings?ICID=MP_MS_6.
2. http://www.whoscored.com/Teams/409.

Friday, 4 July 2014

Kisah Ayam Galia Menghadapi Der Panzer Berbekal Ramuan Panoramix

Menjelang Perancis vs Jerman di perempat final piala dunia 2014, saya jadi ingat komik Asterix edisi khusus berbahasa Inggris yang harganya mahal, yang tentu saja dapat minjam dari bung Wirotomo Soejoto.
Salah satu ceritanya, seekor ayam ribut dengan seekor elang. Si ayam bangga menyatakan dirinya sebagai lambang Galia, sementara di elang dengan jauh lebih jumawa menyebut dirinya sebagai lambang Romawi. Mereka bersepakat untuk menyelesaikan masalah dengan duel.
Duel ayam Galia vs elang Romawi ini dimenangkan oleh si ayam galia. alasannya jelas, karena ayam Galia sudah minum ramuan Panoramix.
Di piala dunia kali ini, timnas Perancis alias "Galia" sudah pernah bertemu dengan "elang", Yaitu tim Super Eagles Nigeria yang ditaklukkan 2-0 di babak 16 besar.
Pertanyaannya, apakah ramuan Panoramix cukup ampuh untuk meremukkan panser?

Tuesday, 1 July 2014

Bagaimana USA Menemukan 11 Pemain Yang Jago Bermain Bola dari 300 Juta Lebih Penduduknya.txt

Jika anda belum pernah ke Amerika, seperti saya, mungkin anda akan menilai Amerika dari film bioskop produksi Hollywood, atau dari menonton film seri. Jika yang sering anda tonton adalah drama remaja ABG SMA, anda mungkin akan dapat kesan yang keliru. Jika seperti di film-film itu, bahwa yang ada di pikiran remaja ABG SMA Amerika hanya dates, romance dan prom, mana mungkin Amerika bisa jadi negara besar?

Saya dapat referensi yang lebih baik, sebuah komik yang kira-kira setebal 500 halaman, terjemahan bahas Indonesia dari The Life and Times of Scrooge McDuck. Berkisah tentang imigran dari Skotlandia bernama Scrooge McDuck yang berjuang mencari kekayaan di Amerika. Berlatar belakang abad 19, Scrooge jatuh bangun berjuang sebagai pekerja kapal, kapten kapal uap, peternak sampai akhirnya sukses menambang emas dan menjadi jutawan.

Amerika adalah negeri para imigran. Orang-orang yang bekerja keras mengejar harapan di negara baru, meninggalkan negara asal mereka di seberang lautan. Sebagai contoh, anda bisa menonton film Gangs of New York untuk mencoba merasakan perjuangan para imigran asal Irlandia di USA abad 19. Anda juga bisa menyaksikan film My Name is Khan untuk mencoba merasakan perjuangan para imigran muslim India di Amerika abad 21.

Kembali ke Scrooge, kepribadiannya bisa dinilai dari kutipan yang bisa ditemukan di internet. "There's no such thing as talent, cap'n. Only inspiration and ambition. And mine burn white hot". Menurut Scrooge, talenta itu tidak penting, yang paling penting adalah jangan pernah kehilangan gagasan untuk mengejar tujuan.

Sungguh berbeda dengan jargon populer Indonesia tentang sepakbola, yang sungguh mengandalkan talenta. Jargon itu berbunyi, "masa dari 250 juta rakyat Indonesia begitu sulit untuk mencari 11 orang yang jago main bola". Seolah-olah talenta saja sudah mencukupi tanpa pembinaan dan kompetisi yang berkualitas.

Jika kita betul-betul melakukan talent scouting seperti itu, apa yang akan kita temukan? Seorang remaja yang larinya cepat, atau mungkin seorang remaja jago dribble, atau seorang remaja yang tendangannya keras. Semuanya itu baru bakat mentah, yang harus dimatangkan dengan pembinaan dan kompetisi.

Lalu bagaimana Amerika membangun sepakbolanya hingga mampu berbicara di level dunia?

Seperti juga pada bola basket, Amerika memanfaatkan universitas untuk pembinaan sepakbola. Sepuluh diantara skuad Amerika ke piala dunia 2014 sempat berkiprah di liga sepakbola universitas. Diantara mereka ada Omar Gonzales (LA Galaxy), Brad Guzan (Aston Villa) dan kapten Clint Dempsey (Seattle Sounders). Amerika mungkin memiliki timnas yang pemainnnya paling banyak punya gelar kesarjanaan.

Pembinaan usia dini juga dilakukan. Bakat-bakal belia bisa dikenali dan dibina. Pemain seperti Tim Howard (Everton), Da Marcus Beasley (Puebla), atau Jozy Altidore (Sunderland) sudah terdeteksi sejak usia belasan. Karena itu mereka bisa memulai karir profesional di usia 17 tahun tanpa harus melewati jalur universitas terlebih dulu.

Naturalisasi juga salah satu opsi. Di timnas Amerika ada tujuh pemain naturalisasi. Ada lima pemain yang tumbuh besar di Jerman, yaitu John Brooks (Hertha BSC), Timothy Chandler (Eintracht Frankfurt), Fabian Johnson (Borussia Monchengladbach), Jermaine Jones (Besiktas) dan Julian Green (Bayern Munich). Masih ada Mikkel Diskerud (Rosenborg) yang besar di Norwegia dan Aron Johansson (AZ) yang tumbuh di Islandia.

Meningkatnya popularitas sepakbola terlihat dari laporan majalah Forbes tahun 2013 bahwa liga sepakbola MLS meraih keuntungan 34 juta dollar. MLS mampu menarik pemain-pemain sekelas Thierry Henry (New York Red Bulls), Robbie Keane (LA Galaxy),  Marco Di Vaio (Montreal Impact) dan Tim Cahill (New York Red Bulls). Dua bintang rekrutan terbaru adalah Kaka (Orlando City) dan David Villa (New York City FC).

Referensi:

1. http://en.wikipedia.org/wiki/MLS.
2. http://en.wikipedia.org/wiki/Designated_Player_Rule.
3. Foto Kaka dari http://thumbs.dreamstime.com/x/ricardo-kaka-22836037.jpg.